Penyakit Prosopagnosia pertama kali ditemukan pada tahun 1947 oleh Joachim Bodamer, dalam bahasa Inggris penyakit ini dinamakan face blindness atau “buta wajah” penyakit ini terjadi karena adanya kerusakan pada bagian kanan atau di bagian Fusiform Gyrus. Dengan kata lain, seorang penderita prosopagnosia tidak dapat mengidentifikasi wajah orang lain, teman, orang tua, suami, istri, anak, bahkan dirinya sendiri. Seperti kita melihat wajah yang sama mirip satu samalain dan tidak ada perbedaannya. Dengan adanya penyakit ini perancang akan membuat film yang berjudul “SAMAR” dan berposisikan sebagai penata suara. Tujuan film ini untuk menambah wawasan kepada masyarakat tentang buta wajah ini,dan menambah suasana dan mood dalam film tersebut. Penyakit ini terbilang baru sehingga masyarakat belum banyak menyadari tentang penyakit ini. Dalam pengumpulan data perancang menggunakan metode wawancara, observasi dan literature, dengan pendekatan psikologi kognitif. Hasil dari pengkaryaan ini, bahwa sebagai penata suara harus jeli dalam melakukan pengambilan suara, yaitu dialog, sound efek, ilustrasi musik, dan jangan lupa untuk mengatur volume yang akan di rekam karena dalam pengambilan suara sering terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti noise berlebihan dan kesalahan teknis. Setelah pengambilan suara selesai dan proses editing visual maka tahap selanjutnya adalah penempatan suara atau dialog, setelah itu akhir dari penataan suara adalah scoring musik, scoring musik merupakan salah satu hal yang penting karena musik dapat membangkitkan mood penonton dan bisa menambah suasana dalam film tersebut.
Kata kunci: Prosopagnosia, tata suara, musik, mood