Keterpusatan pembangunan daerah pariwisata di bagian selatan Pulau Bali memunculkan kebutuhan terhadap infrastruktur untuk menunjang kegiatan pariwisata. Namun pengembangan ini terhalang oleh keterbatasan lahan, sehingga memunculkan ide untuk memaksimalkan pemanfaatan lahan di daerah pasang surut Teluk Benoa dengan melakukan reklamasi. Pengeluaran izin prinsip pemanfaatan daerah kawasan Teluk Benoa oleh Gubernur Bali menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Bali. Sebagai media massa cetak, Kompas dan Bali Post turut berperan memberitakan polemik yang terjadi mengenai isu reklamasi Teluk Benoa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara Kompas dan Bali Post mengkonstruksi realitas terkait isu reklamasi Teluk Benoa. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dengan metode penelitian kualitatif. Analisis framing dilakukan dengan model analisis Robert M. Entman. Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan konstruksi realitas isu reklamasi Teluk Benoa dari kedua media tersebut. Kompas sangat berhati-hati dalam mengkonstruksi realitas dan memunculkan dampak reklamasi dalam dua sisi. Sedangkan Bali Post sebagai media lokal Bali yang mempertahankan nilai-nilai budaya Bali, mengambil sikap menolak reklamasi dengan cenderung memberitakan sisi negatif reklamasi Teluk Benoa.