Dalam rangka memasuki area bisnis infokom, PT. Telkom telah memperluas bidang
usahanya dengan mencanangkan 5 area bisnis mulai dari Phone (seperti telepon biasa, mobile
phone), View-net (televisi kabel), Internet, dan Service-net (menyewakan jaringan untuk
komunikasi internal perusahaan). Teknologi ponsel yang awalnya untuk sarana berkomunikasi atau
memperoleh informasi, saat ini telah berkembang menjadi sarana penyampaian informasi dan
transaksi. Selain itu, teknologi ponsel dapat berfungsi sebagai media untuk mengirim dan
menerima pesan singkat yang popular disebut Short Message Service (SMS). Hal ini diperkuat
dengan adanya berbagai Value Added Services (VAS) untuk SMS yang beragam, mulai dari
informasi hiburan sampai layanan interaktif. Pengguna ponsel dapat juga memesan logo untuk
layar telepon seluler, ringtone, aneka kuis interaktif, game interaktif dan VAS lainnya yang
disediakan oleh operator penyelenggara layanan tersebut. Di dunia telekomunikasi layanan ini
dikenal sebagai layanan Multimedia Message Service (MMS). Untuk mengantisipasi dan
memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan multimedia tersebut maka perlu dilakukan kegiatan
riset pasar agar data atau informasi sebenarnya dapat diperoleh dan diolah untuk memberi
kesimpulan tentang besarnya pasar potensial layanan multimedia (Non POTS).
Penelitian dilakukan dengan metoda deskriptif. Alat pengumpul data adalah kuesioner
yang disebar pada responden perumahan menengah kelas atas kota Bandung. Penelitian dimulai
dengan tahapan deskripsi responden, penentuan tingkat kebutuhan responden secara umum,
perilaku dan kesiapan responden akan layanan multimedia (Non POTS), menentukan pasar
potensial layanan multimedia (Non POTS) yang berupa produk content, prioritas produk content
multimedia yang ditawarkan dan target pasar yang akan dibidik serta media akses yang akan
digunakan pada layanan multmedia (Non POTS). Untuk pasar potensial didasarkan pada seberapa
besar tingkat kebutuhan responden akan layanan multimedia (Non POTS). Kemudian untuk
penentuan pasar sasaran ditinjau dari karakteristik responden yang meliputi faktor usia, tingkat
pendidikan terakhir, pekerjaan atau profesi dan pendapatan rata-rata perbulannya.
Analisis potensi pasar layanan multimedia (Non POTS) dilihat dari tingkat kebutuhan
masyarakat terhadap layanan multimedia secara umum serta perilaku dan kesiapan masyarakat
terhadap layanan multimedia (Non POTS).
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata tingkat kebutuhan semua kategori cukup
besar yaitu berada pada skala diatas 3,5 hanya satu kategori saja berada dibawah skala 3,5 yaitu
kategori pendidikan dengan nilai rata-rata 3,412. Hal ini menunjukkan bahwa peluang untuk
memasarkan layanan multimedia (Non POTS) yang berupa produk content dikota Bandung masih
cukup besar. Perilaku masyarakat dalam menggunakan layanan multimedia (Non POTS) terlihat
dari : aktivitas menonton televisi sebesar 95,6%, aktivitas untuk bekerja dengan komputer sebesar
62%, durasi waktu memakai komputer untuk bermain game sebesar 48,7%, frekuensi penggunaan
teknologi ponsel sebesar 51,3%, durasi waktu akses internet sebesar 54,4%, frekuensi akses
internet dalam sebulan sebesar 63,9 % dan rencana berlangganan internet sebesar 53,8%.
Sedangkan untuk kesiapan masyarakat terhadap layanan multimedia (Non POTS) meliputi :
kepemilikan fasilitas hiburan berupa ; televisi sebesar 98,7%, radio/tape/cd player sebesar 98,1%,
LD/VCD/DVD player sebesar 55,7%, alat permainan (sega, Nintendo, playstation) sebesar 73,4%
dan fasilitas lainnya sebesar 0,6%. Kepemilikan sarana komunikasi berupa telepon rumah dan
seluler sebesar 63,3%, kepemilikan komputer sekitar 98,7%, biaya pengeluaran untuk sarana
hiburan dan telekomunikasi diatas Rp.300.000,00 (58,2%), rata-rata pengeluaran untuk sarana
komunikasi berupa telepon rumah antara Rp.100.000,00-300.000,00 (67,7%) , handphone antara
Rp.100.000,00-200.000,00 (54,4%) dan untuk akses internet antara Rp.50.000,00-75.000,00
(32,3%). Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa peluang atau potensi pasar
Layanan Multimedia (Non POTS) yang berupa produk content cukup besar bagi Divre III Telkom
untuk memasuki segmen perumahan menengah kelas atas dengan melihat tingkat kebutuhan,
perilaku dalam bertelekomunikasi dan factor kesiapan dari segmen tersebut. Pihak Divre III juga
dapat melihat potensi produk content yang menjadi target dan penentuan strategi pemasarannya
dengan melihat pada tingkatan atau prioritas produk content.