Perencanaan kereta api terdiri dari tiga buah area, yaitu, perencanaan strategi, perencanaan taktis dan perencanaan operasional. Perencanaan strategi merupakan perencanaan dalam jangka waktu panjang, biasanya, merupakan perencanaan pembangunan jaringan kereta api pada suatu wilayah. Perencanaan taktis adalah perencanaan jangka waktu menengah, memerlukan perancangan ulang dalam suatu kurun waktu tertentu. Perencanaan operasional adalah perencanaan jangka pendek, perubahan perencanaan terjadi secara aktual. Penelitian tesis ini membahas dua buah topik, yaitu, penjadwalan kereta api yang merupakan perencaan taktis, dan penjadwalan ulang kereta api yang merupakan perencanaan operasional. Penulis menggunakan studi kasus pada PT KAI.
Tahapan pertama, diusulkan model penjadwalan kereta api yang optimal untuk meminimasi waktu idle. Total waktu tempuh kereta api terdiri dari tiga buah komponen, yaitu, waktu tempuh standar, waktu tempuh toleransi dan waktu idle. Waktu tempuh standar (tij^0) adalah waktu tempuh baku yang diperlukan kereta api i untuk menyelesaikan perjalanan pada suatu segmen j. Waktu tempuh toleransi (Tij) adalah waktu tambahan atau waktu toleransi kereta api dalam melewati suatu segmen. Waktu tempuh toleransi dibutuhkan karena kereta api berjalan pada suatu segmen dengan kecepatan yang tidak konstan. Apabila waktu tempuh kereta api i pada segmen j (eij-sij)?tij^0+Tij, maka selisih waktu antara (eij-sij) dengan tij^0+Tij adalah waktu idle (?_ij).
Tahapan kedua diusulkan model penjadwalan ulang kereta api apabila terjadi disruption pada jalur kereta api. Model penjadwalan ulang kereta api mengadopsi moving block signaling dalam menentukan nilai minimum headway kereta api yang terdampak disruption. Model ini bertujuan untuk meminimasi deviasi waktu tempuh dari waktu tempuh awal yang telah dioptimasi menggunakan model pertama (model penjadwalan kereta api).
Hasil dari penelitian tesis ini adalah model penjadwalan kereta api yang diusulkan dapat meminimasi total waktu idle sebesar 46,32% dari penjadwalan awal yang dimiliki oleh PT KAI. Sedangkan model kedua, model penjadwalan kereta api, dapat meminimasi deviasi sebesar 12% apabila dibandingkan dengan model penjadwalan ulang yang dikembangkan oleh Shakibayifar dkk (2017).