Fotografer akan menghadapi berbagai klien atau model yang berbeda. Salah satu tantangan seorang fotografer itu bagaimana cara berkomunikasi dengan klien agar timbulnya kedekatan atau keakraban yang mengakibatkan klien memiliki keterbukaan dengan fotografer. Dengan adanya kedekatan atau keakraban antara fotografer dengan klien, maka akan memudahkan ketika melakukan proses pemotretan dan para pengguna jasa atau klien mau menuruti apa yang dikatakan dan terlihat tenang, tidak kaku saat melakukan pemotretan. Bidang fotografi yang paling sering melakukan interaksi sosial adalah bidang fotografi pre-wedding, dimana seorang fotografer akan sering berkomuikasi dengan model nya. Model di sini adalah para pengguna jasa. Dalam hal ini seorang fotografer akan terus berkomunikasi dengan model nya secara terus menerus selama proses pemotretan berlangsung. Kegiatan foto pre-wedding menjadi fenomena sosial yang hadir di masyarakat. Seiring berjalannya waktu, kegiatan foto pre-wedding ini semakin sering dilakukan, khususnya oleh masyarakat modern yang berorientasi ke masa depan dan senantiasa berupaya untuk terus maju, tidak statis, dan berusaha menampilkan dan mencari yang terbaik.
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dimana peneliti akan memberikan pemaparan atau gambaran umum mengenai bagaimana self-disclosure fotografer Maximus pada klien yaitu komunikasi sebuah hubungan antara fotografer dengan klien pada saat proses pemotretan pre-wedding. Hasil penelitian akan bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan bagaimana self-disclosure fotografer Maximus pada klien dalam proses pemotretan pre-wedding.
Kata Kunci: Fotografi Pre-wedding, Fotografer, Komunikasi Antarpribadi, Self-Disclosure, Teori penetrasi sosial Altman & Taylor & Teori Johari Window, Joseph luft & Harrington (1969).