Dikarenakan trafik permintaan pelanggan yang menggunakan data internet cukup meningkat, maka diciptakan sebuah teknologi LTE (Long Term Evolution) yang dikembangkan oleh 3GPP. LTE menggunakan teknik OFDMA (Orthogonal Frequency Division Multiple Access) untuk mengurangi Intersymbol Interference. Namun, interferensi masih cukup tinggi untuk user yang berada di pinggiran cell (cell edge), dimana antar user yang saling bertabrakan dapat melemahkan sinyal satu sama lain dan mempengaruhi kapasitas dari cell tersebut. Hal ini terjadi pada jaringan di wilayah yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi seperti Kota Bandung.
Untuk mengatasi permasalahan diatas, maka dilakukan perancangan dengan metode SFR (Soft Frequency Reuse) dan FFR (Fractional Frequency Reuse) sebagai metode manajemen interferensi. Metode ini bertujuan untuk mengatur pengalokasian frekuensi user agar tidak bersamaan penggunaanya dengan user lain, meskipun kedua user berada di frekuensi yang sama. Dengan membagi Kota Bandung menjadi 3 tipe daerah, yaitu dense urban, urban, dan sub urban, metode SFR dan FFR menggunakan bantuan capacity dan coverage planning. Pada frekuensi LTE yaitu 1800 MHz, menggunakan perhitungan link budget serta penentuan model propagasi yaitu Cost-231 untuk memperkirakan jumlah site yang dirancang pada software Atoll 3.3
Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan perhitungan capacity planning, didapatkan hasil estimasi kebutuhan throughput untuk wilayah kota Bandung sebesar 17.639,42 Mbps. Melalui metode FFR, didapatkan nilai RSRP sebesar -97.39 dBm, dan SINR sebesar 24.49 dB. Sedangkan pada SFR, didapatkan nilai RSRP sebesar -94.36 dBm, dan SINR yaitu 26.64 dB. Dengan menerapkan metode SFR, diperoleh nilai interferensi yang lebih kecil dan kapasitas cell serta cakupan area yang lebih tinggi daripada metode FFR.