PT Pupuk Kalimantan Timur merupakan perusahaan penghasil pupuk urea dan amonia terbesar di Indonesia. PT Pupuk Kalimantan Timur mengoperasikan tujuh unit pabrik, yaitu Pabrik 1-A, Pabrik 2, Pabrik 3, Pabrik 4, Pabrik 5, Pabrik 6 (Boiler Batubara), dan Pabrik 7 (NPK).
Pabrik 4 memiliki jumlah produksi urea dan amonia paling rendah dibandingkan keempat pabrik lainnya. Hal ini dikarenakan oleh tingkat kegagalan yang lebih tinggi sehingga menyebabkan kegiatan produksi di Pabrik 4 terhenti sampai kegiatan maintenance selesai dilakukan. Dalam kasusnya, tidak jarang pula kegiatan maintenance terhambat karena suku cadang yang dibutuhkan tidak tersedia di gudang sehingga kegiatan maintenance harus menunggu sampai suku cadang yang dibutuhkan tiba setelah dipesan.
Pabrik 4 terdiri dari enam sistem dan sistem yang paling vital adalah sistem Reforming. Dari sistem tersebut kemudian dilakukan spare part management untuk mengantisipasi ketidaktersediaan suku cadang sehingga dapat menunjang kegiatan maintenance perusahaan.
Dari hasil Risk Matrix, subsistem yang terpilih dari sistem Reforming adalah subsistem Primary Reformer (1-H-201). Berdasarkan RCS Worksheet, komponen kritis dari subsistem tersebut ada enam, yaitu XV-2009, XV-2003, XV-2004, FV-2013, PV-3008A, dan FV-2016. Komponen-komponen kritis tersebut kemudian dihitung jumlah kebutuhannya dalam satu periode menggunakan metode poisson process dan dari hasil tersebut, ditentukan kebijakan* inventory-nya. Total biaya *inventory komponen-komponen kritis tersebut adalah Rp 324.490.250,00.
Kata kunci: inventory analysis, maintenance, reliability centered spares.