Wiji Thukul yang seorang aktivis Indonesia memiliki segudang karya puisi yang menentang kebijakan pemerintah tersebut memiliki salah satu karya yang berjudul Bunga dan Tembok dengan tujuan untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa yang ada di dalamnya merupakan sebuah efek dari kondisi pemerintahan pada zaman Orde Baru.
Peneliti menggunakan kajian semiotika Michael Riffaterre untuk menganalisis representasi perlawanan rezim orde baru dalam puisi bunga dan tembok. Menurut Michael Riffaterre, ada empat hal yang harus diperhatikan dalam memahami dan memaknai sebuah puisi. Keempat hal tersebut adalah: (1) pembacaan heuristik, (2) pembacaan hermeneutik, (3) matriks, model, dan varian, (4) hipogram.
Hasil dari penelitian ini adalah pembacaan heuristik pada pembacaan tahap pertama yaitu berdasarkan sistem kebahasaan, belum dapat ditemukan representasi perlawanan rezim orde baru. Pembacaan hermeneutik dalam penelitian mengenai puisi Bunga dan Tembok ini memaparkan sebuah pengandaian menjadi sesuatu yang memiliki nilai. Matriks, model dan varian: matriks dalam puisi Bunga dan Tembok adalah menggambarkan pada zaman Orde Baru dimana kekuasaan sangat berpengaruh pada jalannya sebuah negara. modelnya adalah “suatu saat kami akan tumbuh bersama, dengan keyakinan: engkau harus hancur!” dan wujud varian-varian yang menyebar ke seluruh sajak yaitu “kegelisahan bunga” dan “perjuangan bunga yang tidak mudah menyerah”. Hipogram pada puisi Bunga dan Tembok ini adalah cerita tentang masa Orde Baru dimana kebijakan pemerintah yang membuat masyarakat menjadi terkekang dan tidak bebas dalam menyuarakan kritik terhadap pemerintah.
Kata Kunci : Bunga dan Tembok, Wiji Thukul, Orde Baru