PM2.5 adalah partikulat yang tersuspensi di udara dan berukuran < 2.5 µm. Apabila konsentrasinya melebihi ambang batas maka dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan/atau tumbuhan. Penelitian ini menghasilkan alat ukur konsentrasi massa PM2.5 dengan menggunakan low-cost sensor di cekungan udara Bandung Raya dan menganalisis pengaruh meteorologi dan unsur kimia dari partikulatnya terhadap pengukuran PM2.5. Alat yang digunakan adalah sensor SKU:SEN0177 yang dikalibrasi di laboratorium dengan menggunakan particle generator (model KG-02, Rion Co. Ltd.) menggunakan polystyrene latex spheres (PSL) berukuran 0,309, 0,479, dan 1,005 µm, yang akan diteruskan ke diffusion dryer sebagai pengering untuk mengurangi kelembaban (RH~40%), kemudian diteruskan ke sensor, optical particle counter (OPC, model KC-01E, Rion Co. Ltd.) dan exhaust secara serempak. OPC digunakan sebagai kalibrator dan memiliki cara kerja yang sama dengan sensor, yaitu menggunakan prinsip hamburan cahaya. Penelitian ini dilaksanakan pada 17 Agustus-11 September 2018, di Gedung Tokong Nanas, Universitas Telkom, Bandung. Pengukuran dilengkapi dengan Nanosampler, sensor DHT22 (temperatur dan kelembaban), sensor BMP180 (tekanan), sensor BH1750 (intensitas cahaya), sensor HMC 5883L (arah angin), dan sensor hall effect (kecepatan angin). Dari hasil pengamatan, pembacaan sensor dipengaruhi oleh RH (> 80%) dan komposisi kimia. Pertumbuhan higroskopis selama ketersediaan uap air di udara menyebabkan pembacaan sensor menjadi lebih tinggi (overestimate). Unsur kimia yang paling banyak ditemukan selama masa pengukuran adalah Natrium klorida (NaCl, berukuran lebih dari 1 µm) dan amonium sulfat ((NH4)2SO4, < 1 µm). Komposisi kimia dengan indeks bias yang lebih kecil menyebabkan intensitas hamburan yang ditangkap oleh foto detektor menjadi lebih rendah (underestimate). Selama masa penelitian sensor dapat mengikuti nilai dari Nanosampler dengan rerata simpangan harian sebesar 1,1±12,1 µg m-3.