Krisis yang melanda Indonesia tahun 1997 berdampak pula pada krisis kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, tetapi sebaliknya yang terjadi pada bank yang menggunakan prinsip syariah mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Apalagi setelah pemerintah mengeluarkan UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang semakin mempertegas landasan yuridis keberadaan Bank Syariah .
Bila dilihat dari segi jumlah, bank syariah di Indonesia terus berkembang, namun penilaian kesehatan keuangan dan manajemen harus tetap dilakukan untuk mengetahui kondisi sebenarnya dari bank-bank umum syariah tersebut. Salah satu metoda analisis yang tepat untuk menilai kesehatan suatu bank adalah metoda CAMELS, yang memfokuskan penilaiannnya pada rasio-rasio keuangan seperti: Capital, Assets, Management, Earning, Likuidity dan Sensitivity to market risk.
Jenis penelitian ini tergolong ke dalam penelitian deskriptif evaluatif yang digunakan untuk mengetahui pelaksanaan program (standar BI) yang di evaluasi sudah mencapai standar yang diharapkan ataukah belum. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tiga bank umum Syariah Devisa terbesar aset versi Bank Indonesia dengan periode penelitian 2005-2010. Data penelitian ini merupakan data kuantitatif yang diperoleh dari laporan keuangan publikasi perbankan pada Bank Indonesia dan Annual Report ketiga perusahaan perbankan syariah yang diteliti. Analisis data menggunakan standar rumus rasio dari BI khusus perbankan syariah dan penyesuaian.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa secara keseluruhan nilai score ketiga Bank Syariah berada dalam kategori Bank Sehat atau perigkat kedua dari lima peringkat yang ada. Hal ini dapat dilihat dari perolehan masing-masing rata-rata score tingkat kesehatan CAMELS selama enam tahun, yaitu 83,90 untuk Bank Muamalat Indonesia, 83,70 untuk Bank Syariah Mega Indonesia, dan 81,78 untuk Bank Syariah mandiri.
Kata Kunci: Tingkat Kesehatan Bank, Analisi CAMELS, Bank Umum Syariah, Sensitivitas terhadap Risiko Pasar.