Dialek ngapak merupakan identitas budaya dari masyarakat Banyumasan yang meliputi kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen. Dialek ngapak memiliki karakteristik pengucapan yang sangat mantap (luged), tegas, lugas, tidak mengambang (ampang) atau setengah-setengah. Terdapat stereotype terhadap dialek ngapak yang dianggap marjinal sehingga para penuturnya enggan untuk menggunakan saat berinteraksi dengan masyarakat dari daerah lain. Kemudian dengan perkembangan Internet di Indonesia terutama media sosial perlahan beberapa komunitas dari masyarakat Banyumasan mulai berani menunjukkan identitas budaya ngapak di media sosial dan dialek ngapak mulai di pandang oleh masyarakat daerah lain. Penelitian ini menejelaskan bagaimana pemilihan penggunaan dialek ngapak sebagai simbol dari identitas budaya Banyumasan dalam berinteraksi dengan masyarakat Banyumasan lainnya di media sosial. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi virtual dan didukung oleh paradigma konstruktivisme. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi sebagai data primer serta studi literatur sebagai data sekunder. Hasil penelitian ini adalah dialek ngapak merupakan pengembangan dari pemikiran atau persepsi mengenai stereotype yang ada terhadap dialek ngapak dan dialek ngapak itu sendiri. Persepsi komunitas budaya Banyumasan mengenai dialek ngapak yang merupakan identitas budaya Banyumasan yaitu unik, keren, dan kaya sehingga jangan malu dan berbanggalah karena dialek ngapak memiliki potensi jika dikembangkan. Komunitas budaya Banyumasan menggunakan dialek ngapak sebagai konten dengan tema komedi. Refleksi tersebut merupakan karakter dari wong Banyumasan yaitu cablaka dan mbanyol. Cablaka adalah apa adanya dan mbayol adalah bertingkah konyol atau lucu.
Kata kunci: Identitas Budaya, Media Sosial, Etnografi, Budaya Banyumasan, Dialek Ngapak.