Salah satu sumber polusi udara yang berasal dari antropogenik yaitu pembakaran sampah yang pada temperatur rendah/tinggi dapat menghasilkan gas (Karbon Dioksida/CO2) dan/atau partikulat (PM2.5). Oleh karenanya, pengelolaan sampah dengan menggunakan insinerator merupakan salah satu cara untuk membakar sampah dengan kemampuan memfilter emisi tersebut. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran konsentrasi CO2 dan PM2.5 pada pembakaran sampah daun (organik), botol plastik (anorganik), dan campuran (komposisi 1:1 dari sampah organik dan anorganik), serta derajat keasaman (pH) dan turbiditas pada cairan dari hasil kondensasi asapnya, dengan menggunakan insinerator dari Bandung Techno Park (BTP), yang berlokasi di Universitas Telkom, Bandung. Alat ukur diletakkan pada jarak 30 cm dari cerobong dengan bantuan blower untuk mengarahkan sebagian besar asapnya menuju ruang pengukuran. Teknik tersebut lebih optimal apabila dibandingkan dengan penempatan alat secara langsung pada keluaran cerobongnya yang menyebabkan terhalangnya deteksi konsentrasi massa partikulat pada sensor PM2.5 akibat asap tersebut. Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa konsentrasi puncak CO2 pada pembakaran sampah campuran mencapai ~5000 ppm. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan sampah anorganik (~3100 ppm) dan organik (~1200 ppm). Tingginya konsentrasi CO2 sebagian besar disebabkan oleh pembakaran sampah plastik yang mengalami proses gasifikasi yang lebih besar daripada sampah daun. Hal tersebut dapat dilihat pada tingkat kekeruhan larutan hasil kondensasi asap pembakaran anorganik yang lebih jernih (~400 NTU) dibandingkan dengan organik (~2000 NTU). pH larutan anorganik adalah 2, lebih rendah daripada organik (pH = 5). Derajat keasaman pada anorganik mengandung konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan organik yang cenderung netral karena masing-masing kandungan anion/kationnya memiliki konsentrasi yang tinggi. Dengan demikian, metode dan teknik yang baik pada insinerator sangat penting untuk dipahami dan dirancang, agar penggunaannya lebih efektif untuk mereduksi paparan udara tercemar dari pembakaran sampah langsung yang masih banyak digunakan di Indonesia.