Semenjak harga minyak dunia sering mengalami guncangan, beberapa penelitian telah menemukan dampak signifikan fluktuasi harga minyak dunia pada indeks saham di suatu pasar saham. Terutama pada saat terjadinya krisis subprime mortgage tahun 2008 yang menyebabkan harga minyak dunia mencapai titik tertingginya yaitu 100 US$/barel. Tahun 2013 terjadi krisis Eropa yang menyebabkan harga minyak dunia meningkat. Namun, pada tahun 2015 terjadinya revolusi industri 4.0 karena Amerika menemukan teknologi terbaru untuk memproduksi minyak sehingga persediaan minyak dunia melimpah. Hal tersebut membuat harga minyak dunia menurun drastis hingga 48 US$/barel.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui dampak fluktuasi harga minyak dunia terhadap indeks saham dan mengetahui indeks saham yang memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap fluktuasi harga minyak dunia agar dapat mengantisipasi serta membuat kebijakan untuk melindungi indeks saham yang memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap perubahan harga minyak. Objek penelitian ini adalah indeks pasar saham Indonesia yaitu indeks harga saham gabungan, indeks pertambangan, indeks infrastruktur, utilitas dan transportasi. Data yang digunakan adalah data time series harian dari Januari 2008 hingga Desember 2018. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Vector
Autoregressive Model (VAR).
Hasil olah data dari uji Augmented Dickey-Fuller dan Phillips-Perron Unit Root Test menunjukkan bahwa data telah stasioner pada level. Data telah stasioner pada level menjukkan bahwa model VAR tepat digunakan dalam model penelitian ini. Hasil dari model VAR menunjukan bahwa dampak dari perubahan harga minyak dunia mempengaruhi performa semua indeks saham di pasar saham Indonesia terutama indeks pasar saham Indonesia yaitu indeks harga saham gabungan, indeks pertambangan, indeks infrastruktur, utilitas dan transportasi.
Kata Kunci: Harga Minyak Dunia, Vector Autoregressive Model, Indeks Saham