PT Dirgantara Indonesia merupakan industri pesawat terbang yang pertama di Indonesia dan Asia Tenggara yang telah memproduksi berbagai jenis pesawat, seperti CN235 untuk transportasi sipil atau militer, Pesawat Surveillance Maritim, Pesawat Patroli Maritim, dan pesawat Penjaga Pantai. Dalam memproduksi part pesawat terdapat dua kelompok mesin yaitu Machining dan Metal Forming. Berdasarkan data historis kerusakan yang telah didapatkan, bahwa mesin TOSHIBA BMC-100 (5) E merupakan mesin yang memiliki tingkat kerusakan yang tinggi. Mesin Toshiba merupakan salah satu key facility pada bagian machining center.
Terdapat sembilan subsistem mesin Toshiba, diantaranya yaitu Electrical & Control, Axis, Spindle, APC (Automatic pallet Change), ATC (Automatic Tools Change), Hydraulic Unit, Lube & Coolant, Cooling System dan Filter & Fan. Pemilihan subsistem yang paling kritis dari sembilan subsistem tersebut dengan menggunakan Fuzzy AHP. Berdasarkan perhitungan Fuzzy AHP yang terpilih adalah spindle, sehingga subsistem spindle yang paling kritis dan dilakukan penelitian lebih lanjut. Metode yang digunakan yaitu Risk Based Maintenance (RBM) untuk mengetahui nilai risiko yang ditanggung perusahaan apabila subsistem kritis tersebut mengalami kegagalan dalam beroperasi.
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan menggunakan metode Risk Based Maintenance (RBM) didapatkan nilai risiko sebesar Rp 216.900.293 atau dengan presentase risiko sebesar 8,98%. Presentase risiko tersebut melebihi batas toleransi yang telah ditentukan, maka dilakukan usulan interval waktu perawatan yang dilakukan setiap 3400 jam dengan biaya perawatan sebesar Rp 89.013.252 dan nilai risiko sebesar Rp 210.512.971.
Kata Kunci: Fuzzy AHP, Risk Based Maintenance (RBM), Interval Waktu Perawatan