Berdasarkan data yang dihimpun Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada tahun
2016 - 2019 tercatat terdapat 663 total kasus cyberbullying, dengan rata-rata peningkatan
sebesar 38% setiap tahunnya. Cyberbullying dapat menimbulkan gangguan pada anak; mulai
dari gangguan fisik, psikis, hingga berujung kematian. Di sisi lain, orang tua memiliki peran
dalam menekan perilaku cyberbullying pada remaja. Pada penelitian ini pola komunikasi
keluarga sebagai variabel independen dengan sub-variabel percakapan dan konformitas. Dan
variabel dependen yaitu perilaku cyberbullying dengan indikator flaming, harassment,
denigration, impersonation, outing, trickery, exclusion, dan cyberstalking. Penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif dengan analisis deskriptif dan hubungan kausal dengan
teknik analisis data: uji asumsi klasik, uji korelasi, analisis regresi linier berganda, uji
koefisien determinasi dan uji hipotesis. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian
ini adalah stratified random sampling menggunakan rumus disproportionate stratified,
dengan sampel 270 responden. Hasil pada persamaan regresi menunjukan nilai negatif,
dengan peningkatan variabel Pola Komunikasi Keluarga (X) yang berpengaruh pada
penurunan variabel Perilaku Cyberbullying (Y). Berikutnya, hasil uji hipotesis menunjukkan
pola komunikasi keluarga memiliki pengaruh negatif terhadap perilaku cyberbullying. Hal
tersebut dibuktikan dengan variabel Percakapan (X1) thitung (-2,877) < ttabel (-1,284) dan
variabel Konformitas (X2) thitung (-6,916) < ttabel (-1,284). Hasil uji koefisien determinasi
menunjukan secara simultan pola komunikasi keluarga hanya berpengaruh sebesar 21,6%
terhadap perilaku cyberbullying. Secara parsial variabel Konformitas (X2) memberi
kontribusi lebih besar dibandingkan variabel Percakapan (X1). Dapat disimpulkan bahwa
percakapan dan konformitas dalam pola komunikasi yang berlangsung dalam keluarga
memiliki pengaruh terhadap perilaku cyberbullying.