Listrik sudah menjadi kebutuhan primer masyarakat Indonesia, dengan tidak adanya listrik maka beberapa aktivitas masyarakat juga terhenti. Listrik dapat diproduksi melalui beberapa jenis pembangkit, salah satunya yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Salah satu perusahaan yang mengelola Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Indonesia adalah PT Indonesia Power. Dalam memproses panas bumi menjadi listrik, perusahaan membutuhkan mesin-mesin yang bekerja dengan baik dalam kondisi apapun, salah satunya yaitu mesin separator. Mesin separator adalah mesin yang memiliki peran penting untuk proses produksi listrik karena separator berfungsi sebagai pemisah uap panas bumi dengan zat-zat pengotor (silika, air, dan sebagainya) sehingga uap yang masuk ke generator adalah uap kering. Untuk menjaga mesin separator bekerja dengan baik, maka diperlukan adanya inspeksi yang tepat. Inspeksi dibutuhkan untuk memastikan bahwa mesin separator selalu dalam keadaan yang baik, terutama mesin-mesin yang akan mengakibatkan dampak yang besar apabila terjadi kerusakan. Inspeksi dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya yaitu metode risk based inspection. Maka dari itu, penelitian dilakukan dengan menerapkan metode risk based inspection berdasarkan API 581 Edisi Kedua untuk menentukan tingkat risiko, umur sisa mesin, dan perencanaan inspeksi (interval dan teknik inspeksi) pada mesin.
Berdasarkan hasil penelitian pada tiga unit Mesin Separator di PT Indonesia Power UPJP Kamojang menggunakan API 581 Edisi Kedua, tingkat risiko yang didapatkan adalah tingkat medium high untuk seluruh unit, dengan kategori risiko 1E yaitu tingkat kemungkinan kegagalan yang rendah dan konsekuensi kegagalan yang sangat tinggi. Estimasi umur sisa mesin untuk melakukan kemampuan fungsionalnya adalah 25 tahun untuk unit I, 13 tahun untuk unit II, dan 18 tahun untuk unit III. Estimasi umur sisa berdasarkan penelitian terhadap setiap unit berbeda karena laju penipisan pada setiap unit juga berbeda-beda. Perencanaan inspeksi pada penelitian ini adalah penentuan interval inspeksi mesin dan penentuan teknik inspeksi yang dilakukan pada mesin, inspeksi pada unit I dilakukan setiap enam tahun sekali, inspeksi pada unit II dilakukan setiap tiga tahun sekali, dan inspeksi pada unit III dilakukan setiap empat tahun sekali dengan pemeriksaan secara menyeluruh (dengan pembongkaran partisi) dan pengukuran ketebalan menggunakan alat automated ultrasonic scanning, atau radiografi profil untuk teknik inspeksi pada setiap unit.