Berkaitan dengan hak sipil disabilitas, pada Pemilu 2019, KPU memasukkan para penyandang tunagrahita atau disabilitas mental sebagai pemilih. Keputusan tersebut dilakukan atas hasil rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setelah pada pemilu sebelumnya penyandang disabilitas mental tidak termasuk pada daftar pemilih. Pengajuan rekomendasi tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya penyelamatan hak politik, bahwa tunagrahita atau disabilitas mental ini tetap harus didata sebagai pemilih. Namun dengan adanya isu tersebut, isu disabilitas bisa dibingkai dan dapat memberikan stereotype negatif yaitu berupa marginalisasi pada penyandang disabilitas. Dalam penelitian ini, peneliti membahas seperti apa pemilih tunagrahita dipahami oleh detik.com, apakah secara negatif atau positif, atau dengan bias yang lain. Peneliti menggunakan framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki yang melihat pembingkaian berita dari struktur sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa detik.com menonjolkan pihak KPU sebagai sebagai pihak yang secara positif mengikutsertakan para pemilih tunagrahita dan menunjukkan pemaknaan yang negatif dilihat dari pengambilan sudut pandang politisi dan orang penting yang menonjolkan respon negatif terhadap para pemilih tunagrahita serta penggunaan istilah penyebutan bagi penyandang disabilitas mental. Kesimpulan dari penelitian ini adalah detik.com lebih menunjukkan keberpihakan pada pihak otoritas serta menekankan pemaknaan dan pandangan negatif terhadap pemilih tunagrahita.