Riau merupakan salah satu daerah di pulau Sumatera yang memiliki lahan gambut terluas berkisar 55,76% dari jumlah total di Sumatera. Hal ini menyebabkan Riau rentan kebakaran hutan dan lahan oleh penyalahgunaan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis suatu daerah untuk pemasangan alat kualitas udara di Provinsi Riau dengan menggunakan data cuaca dan sebaran titik panas (hotspot). Data yang digunakan yaitu kebakaran hutan pada tahun 2015 dan 2019 yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Malaysia Dapartment of Environment (DOE) memlalui Air Quality Historical Data. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu suatu kejadian diteliti, mengumpulkan data, mengolah data, dan menganalisis data. Dari data tersebut cuaca berpengaruh terhadap kebakaran hutan dan lahan serta menekan sebaran titik panas (hotspot). Kebakaran hutan yang terjadi menyebabkan polusi lintas batas yang meningkatkan konsentrasi PM10 dan terjadi degradasi kualitas udara di Malaysia. Polutan dari kebakaran hutan berupa fresh combusion dan aged combusion. Dari hasil analisis didapatkan beberapa daerah yang direkomendasikan yaitu Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Indragiri Hulu. Parameter ukur yang dapat digunakan berupa temperatur, kelembapan, arah dan kecepatan angin, partikulat meter, sensor gas, dan sensor api dengan sistem wireless sensor network (WNS).
Kata kunci: Cuaca, hotspot, kebakaran hutan, PM10, wireless sensor network (WNS).