Mendengkur atau ngorok adalah sebuah kondisi yang umum ditemukan pada orang dewasa atau lanjut usia saat tidur. Walaupun tampak tidak signifikan, namun hal tersebut merupakan gejala dari sindrom obstructive-sleep apnea (OSA). Di Indonesia sendiri, khususnya Jakarta, prevalensi resiko tinggi OSA adalah 49,5%. OSA adalah salah satu penyakit tidur yang cukup serius, dan apabila tidak diobati dengan benar, dapat mengakibatkan efek yang fatal. Karena itu, umumnya seseorang yang memiliki gejala mendengkur yang akut akan melakukan pemeriksaan ke rumah sakit. Standar pemeriksaan untuk OSA di dunia kedokteran adalah dengan menggunakan metode polysomnography (PSG). Metode ini menggunakan berbagai alat untuk merekam sinyal fisiologis yang ada pada tubuh seperti sinyal elektrokardiograf (EKG), elektroensefalografi (EEG), dan elektromiografi (EMG) untuk mengkalkulasi tingkat keparahan dari OSA. Namun, selain memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu yang lama, tentunya menggunakan metode PSG dapat membuat pasien kurang nyaman dikarenakan banyaknya alat yang digunakan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka sejumlah penelitian dilakukan untuk mendeteksi OSA tanpa memerlukan metode PSG. Salah satunya adalah dengan menganalisa hanya salah satu sinyal fisiologis yang dipakai pada metode PSG, seperti sinyal EKG. Sinyal EKG ini kemudian akan dilakukan ekstraksi untuk mendapatkan fitur spesifik. Fitur inilah yang kemudian akan membantu dalam tahap berikutnya, yaitu machine learning. Dengan memanfaatkan metode machine learning, maka dengan memiliki data yang cukup, deteksi OSA dapat dilakukan hanya dengan analisis pada sinyal EKG.
Hasil dari Tugas Akhir ini adalah model yang dapat mengklasifikasikan apnea menggunakan metode HRV serta algoritma SVM. Parameter yang digunakan adalah MHR, SDNN, RMS, NN50, pNN50, SDSD, median, interquartil, mean RR- interval, NN20, dan pNN20. Dari hasil pengujian didapatkan akurasi tertinggi 89,5% dengan menggunakan Fine Gaussian kernel.