Pelecehan seksual merupakan kasus yang marak setiap tahunnya. Kasus ini merupakan salah satu fenomena gunung es, dimana kasus pelecehan yang terjadi di masyarakat jauh lebih besar dibandingkan dari jumlah kasus kekerasan dan pelecehan yang di laporkan dan di catat. Kurangnya informasi mengenai pendidikan seks juga merupakan salah satu faktor tabu nya pengetahuan tentang pelecehan seksual di masyarakat, terutama bagi para orang tua yang memiliki anak sebagai korban pelecehan seksual. Sedangkan anak sebagai korban pelecehan seksual membutuhkan dukungan dan kasih sayang dalam proses pemulihan pasca kejadian. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan komunikasi yang baik antara anak dan orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi orang tua dan anak korban pelecehan seksual dengan menggunakan teori Fitzpatrick dan Koerner yaitu skema hubungan keluarga. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan paradigma konstruktivis dan dalam mengolah data peneliti menggunakan aplikasi Atlas.ti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditinjau dari orientasi percakapan ditandai dengan tingginya tingkat interaksi antara anak dan orang tua, adanya keterbukaan satu sama lain, dan sering melakukan diskusi mengenai banyak topik. Selain itu, melalui orientasi konformitas ditandai dengan adanya rasa percaya dengan keluarga namun tidak terlalu menekankan kesamaan antara anak dan orang tua, dimana hal tersebut membuat anak menjadi mematuhi peraturan karena keinginan dan kesadarannya sendiri. Dari kedua orientasi tersebut terlihat bahwa orientasi percakapan tinggi dan orientasi konformitas rendah.