Pada 1988 Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan pakto 88 untuk mendorong pertumbuhan industri perbankan dengan mempermudah regulasi pembuatan bank baru, aturan ini berhasil, tetapi menjadi salah satu akibat dari krisis yang terjadi pada 1998, sehingga jumlah bank di Indonesia terus menurun dari sebelumnya berjumlah 240 sampai dengan 2019 berjumlah 110. Subprime mortgage, menjadi produk KPR Amerika terlaris pada 2001, hal ini menjadi akibat dari krisis ekonomi Amerika yang mengguncang dunia pada tahun 2008. Kedua hal ini yang menyebabkan bank Indonesia memperketat regulasi penilaian tingkat kesehatan suatu bank yang diukur berdasarkan risiko dan kinerja bank agar dapat meningkatkan nilai dan kepercayaan dimata konsumennya.
Pengukuran tingkat kesehatan perbankan terus mengalami pembaharuan seiring dengan keadaan, berawal dari CAMEL (1998), CAMELS (2004) dan yang terakhir adalah risk-based bank rating (2011). Penelitian ini menggunakan risk-based bank rating sebagai pengukuran terhadap manajemen risiko perbankan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah risk-based bank rating dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Sampel dari penelitian ini adalah lembaga perbankan yang telah terdaftar di BEI dan masuk kedalam kategori papan utama. Rentan waktu penelitian ini adalah dari tahun 2015-2019. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif, dengan hubungan kausal dan metode analisis regresi data panel. Penelitian ini menemukan bahwa rasio-rasio dari RBBR yaitu loan to deposit ratio, posisi devisa netto, non performing loan, good corporate govern-ance, return on asset, net interest margin dan capital adequacy ratio secara bersama-sama memiiki pengaruh terhadap nilai perusahaan yang diproksikan dengan nilai tobin’s Q, sedangkan secara parsial, hanya variabel capital yang memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Kata Kunci : risk-based bank rating, firm value, perbankan