Masyarakat merasa kekurangan sosialisasi atau informasi tentang cara identifikasi hoaks, begitu pun dengan para penyandang tunanetra. Setelah melakukan wawancara langsung kepada para remaja penyandang tunanetra didapatkan permasalahan yang dialami yaitu kesulitan mencari informasi edukasi identifikasi hoaks karena terdapat banyak iklan di media-media informasi edukasi identifikasi hoaks yang menyebabkan sering terjadi perpindahan halaman, sehingga membuat kesulitan untuk mengakses dan mempelajari edukasi identifikasi hoaks. Kemudian mereka merasa membutuhkan platform lapor hoaks yang sudah disesuaikan aksesibilitasnya dengan kebutuhan penyandang tunanetra, setelah melakukan usability testing salah satu aplikasi lapor hoaks yang sudah disediakan oleh pemerintah kepada remaja penyandang tunanetra terdapat masalah usability yaitu mereka tidak bisa mengunggah foto di dalam form lapor hoaks, sehingga tidak bisa melaporkan hoaks. Berdasarkan permasalahan user interface di atas maka dibuatlah model desain user interface yang lebih memperhatikan aksesibilitas untuk para penyandang tunanetra, model desain user interface ini berisi media edukasi identifikasi hoaks dan lapor hoaks yang dibuat dengan menggunakan metode User Centered Design, karena sistem yang dibangun akan berfokus pada user persona agar rancangan benar-benar sesuai dengan kebutuhan user. Setelah desain user interface terbentuk maka akan dilakukan usability test kepada pengguna tunanetra menggunakan metode A/B Testing dan USE Questionnaire yang merupakan alat ukur untuk menilai usability produk. Pemilihan 2 metode ini karena ingin mengukur lebih jauh nilai kemudahan dan kegunaan desain yang akan digunakan oleh pengguna. Hasil akhir dari penelitian ini menunjukan bahwa dapat membantu remaja penyandang tunanetra dalam mencari informasi edukasi identifikasi hoaks dan dapat membantu menyediakan media lapor hoaks yang sudah disesuaikan aksesibilitasnya.