Revolusi industri 4.0 mendorong semua sektor untuk melakukan transformasi digital. Tak terkecuali pada sektor pemerintahan. Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Republik Indonesia memfasilitasi sebuah teknologi pembelajaran bernama Rumah Belajar untuk memenuhi kebutuhan pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kemenkumham. Hal ini sejalan dengan program “Smart ASN” yang digalakan pemerintah sebagai salah satu strategi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang termasuk prioritas pemerintah pada roadmap “Making Indonesia 4.0”.
Namun pada kenyataannya, berdasarkan data internal yang penulis peroleh, jumlah pengguna Rumah Belajar saat ini hanya 20.507 dari total sebanyak 62.442 ASN yang berada di Kementrian Hukum dan HAM seluruh Indonesia. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM sebagai salah satu unit eselon satu yang dibawahi Kemenkumham diketahui memiliki persentase pengguna terbanyak mencapai 85%. Oleh karena itu, dengan penelitian ini penulis ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penggunaan Rumah Belajar oleh ASN di BPSDM Hukum dan HAM.
Penelitian ini dilakukan dengan analisis faktor berdasarkan model UTAUT2 dan TPC yang dapat mengukur sejauh mana penerimaan teknologi dari persepsi penggunanya. Penelitian ini menggunakan variabel Learning Value sebagai pengganti Price Value pada UTAUT2. Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan melakukan survei terhadap 187 orang ASN BPSDM Hukum dan Ham. Setelah dianalisis menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA), dihasilkan dua faktor yang diberi nama Social, Technology, and Performance dan Learning Facility dengan persentase varian masing-masing faktor sebesar 75,845% dan 3,945%. Dengan demikian, 2 faktor tersebut dapat menjelaskan seluruh variabel dengan persentase sebesar 79,789%.