PT NGK Busi Indonesia adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi Metal Shell, part dari busi. Dalam sistem maintenance yang sedang digunakan di perusahaan menggunakan metode Total Productive Maintenance (TPM), tetapi dalam penerapannya tidak maksimal sampai akhir sehingga perusahaan membutuhkan metode pendukung dalam penerapannya. Berdasarkan dari pengumpulan data perusahaan, pada mesin Chucking Machine-10 (CM-10 merupakan mesin dengan frekuensi kerusakan tertinggi pada tahun 2019 sampai dengan 2021 yakni sebesar 201 kerusakan. Usulan penelitian ini menggunakan metode Risk Based Maintenance (RBM) untuk alasan memenuhi kebutuhan Realibity dan Availability dari sistem maintenance di perusahaan dan Autonomous Maintenance sebagai metode pendukung. Pada metode yang digunakan sebelumnya yaitu mendapatkan hasil interval pemeliharaan pada komponen Reed Switch 149.377 menit untuk sekali pemeliharaan dan Sensor Fiber Optic 50.644 menit. Dengan interval pemeliharan sebelumnya, mendapatkan jumlah risiko keuangan Rp. 539.431.578,00. Pada metode usulan peneliti dengan menggunakan metode RBM, interval pemeliharaan usulan pada komponen Reed Switch menjadi 74.688,5 menit untuk sekali pemeliharaan dan Sensor Fiber Optic menjadi 25.321,5 menit untuk sekali pemeliharaan, atau untuk metode usulan interval pemeliharaan menjadi dua kali lipat dari metode pemeliharaan sebelumnya. Dengan metode usulan risiko kerugian menjadi Rp. 518.057.067,00. Pada metode usulan ini total risiko kerugian terhadap kapasitas produksi yaitu berada pada angka 0,105% dari 0,11% pada metode sebelumnya. Persentase total risiko ini berada target standar IVARA World Class Maintenance Performance Indicator sebagai ukuran benchmark pada perusahaan