Indonesia telah menerapkan sistem otonomi daerah hingga tingkat desa. Pemerintah melalui Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) telah memprakarsai Indeks Desa Membangun (IDM) sebagai tolak ukur status perkembangan desa. Masih terdapat kendala dalam usaha pemenuhan IDM karena masalah sumber data desa yang usang dan buruknya dokumentasi hasil pendataan desa, yang mengakibatkan pengambilan keputusan dan kebijakan tidak memberikan hasil yang tepat.
Digidarpa Desa, sebagai sistem informasi desa terintegrasi menawarkan solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Produk ini dipasarkan langsung ke pemerintahan di wilayah Provinsi Jawa Tengah yang dinilai paling cocok menjadi target audiens baik dari segi kebutuhan maupun kesiapan teknologi. Peneliti melakukan beberapa metode penelitian kualitatif seperti observasi data, wawancara ahli di bidang desain periklanan, wawancara calon konsumen, analisis data khalayak, serta observasi produk kompetitor. Selain itu, metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Peneliti melakukan wawancara langsung ke bagian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Kabupaten di beberapa daerah untuk mengetahui lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi pemerintah dalam memutuskan pembelian produk aplikasi.
Penelitian ini menghasilkan rekomendasi strategi pemasaran yang efektif untuk memasarkan Digidarpa Desa kepada pemerintah tingkat kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Dengan menggunakan aset-aset desain yang dibutuhkan dalam proses promosi dan pendekatan langsung kepada pihak terkait, diharapkan aplikasi ini dapat diterima serta diadopsi oleh desa-desa di wilayah Provinsi Jawa Tengah dalam upaya meningkatkan status perkembangan desa melalui pemenuhan Indeks Desa Membangun.
Kata kunci: Aplikasi, Business to Business (B2B), Indeks Desa Membangun (IDM), Integrasi, Sistem Informasi Desa (SID).