Potensi sumber energi terbarukan Indonesia cukup besar yaitu 443 GW yang terdiri dari sumber energi air, angin, surya, biomassa/bio energi, mikro/hidro, dan panas bumi. Saat ini pemerintah sedang mendorong pemanfaatan sumber energi terbarukan secara signifikan, melalui berbagai kebijakan yang telah dilahirkan seperti Perpres Nomor 22 tahun 2017, dimana Pemerintah mempunyai target bauran energi sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050. Pemerintah juga telah menandatangani kebijakan internasional terkait pengendalian emisi yaitu Perjanjian Paris (Paris Agreement). Tentunya perlu adanya penelitian terkait optimasi antara pemanfaatan sumber energi terbarukan dengan emisi yang dihasilkan. Pemanfaatan sumber energi terbarukan dalam pengoperasiannya tentu akan mereduksi emisi (khususnya CO2) dibanding pembangkit energi berbahan bakar fosil (pembangkit fosil). Namun keperluan lahan untuk sumber energi terbarukan jauh lebih besar dibanding lahan yang diperlukan oleh pembangkit fosil. Dengan demikian pemanfaatan sumber energi terbarukan akan menyebabkan hilangnya daya serap lahan terhadap CO2 jauh lebih besar dibanding hilangnya daya serap lahan terhadap CO2 untuk pembangkit fosil. Perlu adanya aplikasi sederhana untuk mengoptimasi pemanfaatan sumber energi terbarukan agar menghasilkan emisi yang paling minimal. Selain mempertimbangan optimasi emisi CO2, terdapat juga jenis emisi yang lain seperti SOx dan sebagainya. Melibatkan pertimbangan investasi baik dalam pengoperasian maupun dalam pembangunan pembangkit energi terbarukan merupakan hal yang penting juga dalam penerapan energi terbarukan. Sehingga didapatkan jenis pembangkit hybrid yang terdiri dari pembangkit energi terbarukan dan kapasitas yang didapatkan dengan kondisi optimal. Dapat dilihat dari berbagai aspek: kebijakan emisi, investasi, dan lainnya. Aplikasi sederhana ini sangat bermanfaat baik penyedia ketenagalistrikan, maupun pemerintah.
Kata kunci : Emisi, Investasi, Aplikasi Sederhana