Sarung tenun Majalaya adalah kain tradisional identitas Majalaya, yang pernah populer dan mendominasi permintaan nasional dan bahkan Asia di masa lalu. Simbol identitas sarung ini disebut 'Poléng', yang sudah jarang dikenali dan sudah lama ditinggalkan oleh pertenunan di Majalaya. Salah satu desa bernama 'Namicalung' yang dikenal sebagai desa legendaris sarung tradisional Poléng di Majalaya, masih menyimpan salah satu artefak sarung, salah satunya adalah Poléng Camat. Sarung ini dikenal sebagai jenis Poléng yang paling populer dan tertua. Saat ini, artefak tersebut belum mendapatkan tindakan dan perhatian. Selain itu, desa ini telah lama meninggalkan budaya menenun sarung tradisionalnya. Berangkat dari permasalahan tersebut, penelitian ini menjadikan kampung Namicalung sebagai objek studi kasus dengan pendekatan penelitain yaitu menggunakan kerangka berpikir desain, mulai dari proses empathize, define, ideate, dan prototype. Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan mulai dari studi pustaka, observasi lapangan, observasi artefak, wawancara dan survei. Sementara proses analisis yang dilalui mulai dari a) PEST analysis dalam mendalami faktor kepunahan sarung, b) empathy map untuk mendalami kebutuhan inovasi terhadap artefak sarung dari sudut pandang masyarakat atau calon konsumen, dan c) pendekatan ATUMICS yang digunakan dalam mengkaji elemen artefak, sekaligus metode untuk berinovasi pada artefak sarung Poléng Camat. Penelitian ini menghasilkan kajian faktor-faktor kepunahan sarung Poléng Majalaya dan kajian elemen artefak sarung Poléng Camat. Kedua kajian ini dijadikan sebagai landasan inovasi, yang menghasilkan rancangan inovasi berupa penguatan elemen concept dan elemen icon pada sarung. Inovasi ini dilakukan sebagai bentuk rekomendasi solusi dari sisi produk dalam meningkatkan nilai dan upaya pelestarian terhadap sarung Poléng Majalaya.
Kata kunci: Sarung Majalaya, Motif Poléng, inovasi, ATUMICS, Budaya Sunda