Pengadaan bahan baku material merupakan salah satu kunci dari proses produksi perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. PT. XYZ sebagai perusahaan yang bergerak pada bidang manufaktur plastik, sangat bergantung kepada kesanggupan pemasok dalam memasok bahan baku plastik yang diperlukan untuk proses produksinya. Salah satu produk yang diproduksi oleh PT. XYZ adalah produk upper lens yang komposisi produknya hanya terbuat dari material resin Polymethil Methacrylate (PMMA). Namun dalam proses pengadaannya PT. XYZ masih belum memiliki sistem pemilihan supplier yang terstandarisasi dan masih mengandalkan penilaian subyektif saja. Dalam pengadaan bahan baku dari produk upper lens ini, PT. XYZ melakukannya dengan menjalin kerjasama dengan supplier X yang berdasarkan data lead time-nya kerap kali mengalami keterlambatan dalam tiga bulan terakhir. Dengan rata-rata keterlambatan lead time selama 4 hari dari rencana pengadaan yang direncanakan dalam 1 hari, sangat mempengaruhi proses produksi dan fill rate sejumlah 32%. Sehingga, diperlukan pengukuran pemilihan pemasok yang sesuai dan ideal dalam memfasilitasi kebutuhan produksi dari produk upper lens.
Perancangan pengukuran ini dilakukan dengan memadukan metode Analytic Network Process (ANP) dan Data Envelopment Analysis (DEA) yang mengidentifikasi tingkat prioritasi pemasok yang relevan dengan karakteristik pemasok yang dibutuhkan oleh PT. XYZ. Dari hasil analisis didapatkan hasil identifikasi kriteria dan sub-kriteria dengan bobot terbesar pada aspek kriteria adalah sebesar 0.33 untuk kriteria quality, diikuti oleh kriteria cost dengan bobot 0.28, kriteria delivery dengan bobot 0.23, kriteria quantity dengan bobot 0.10, dan kriteria flexibility dengan bobot 0.06. Sedangkan untuk aspek sub-kriteria, tingkatan prioritas utama dipegang oleh sub-kriteria persentase produk cacat dengan bobot sebesar 0.226, lalu selanjutnya sub-kriteria harga bersaing sebesar 0.202, lalu sub-kriteria ketepatan waktu pengiriman dengan bobot sebesar 0.121, lalu selanjutnya sub-kriteria ketepatan jumlah produk pengiriman dengan bobot sebesar 0.089, lalu selanjutnya akurasi spesifikasi dengan bobot sebesar 0.080, lalu selanjutnya persentase pemenuhan jumlah permintaan sebesar 0.062, lalu selanjutnya kesesuaian harga produk sebesar 0.046, lalu selanjutnya perubahan waktu pengiriman produk sebesar 0.041, lalu selanjutnya kesesuaian MOQ sebesar 0.033, lalu selanjutnya kemudahan negosiasi harga sebesar 0.031, lalu selanjutnya konsistensi kualitas sebesar 0.026, lalu selanjutnya penerapan sistem FIFO sebesar 0.019, lalu selanjutnya perubahan jumlah permintaan produk sebesar 0.010, lalu selanjutnya persentase jumlah produk dikembalikan sebesar 0.009, hingga urutan terakhir yaitu sub-kriteria sistem penanganan perubahan produk sebesar 0.004. Dengan tingkat efisiensi keseluruhan supplier alternatif yang sudah optimal, peringkat urutan prioritas kepentingan supplier alternatif utama diduduki oleh supplier E dengan bobot nilai sebesar 4.8, dilanjut dengan supplier A dengan bobot nilai sebesar 4.5, lalu diikuti oleh supplier C dengan bobot nilai sebesar 4.4, lalu supplier B bobot nilai sebesar 4.3, lalu supplier D bobot nilai sebesar 4.3, dan dengan urutan prirotas terakhir yaitu supplier eksisting dari pengadaan material PMMA yaitu supplier X dengan bobot nilai sebesar 4.1. Sehingga, berdasarkan hasil evaluasi berupa peringkat prioritas rekomendasi supplier alternatif, direkomendasikan bagi PT. XYZ untuk tidak melanjutkan kerjasama dengan supplier X dan beralih ke alternatif supplier lain yang memiliki peringkat lebih tinggi. Namun, apabila pada pelaksanaannya, supplier prioritas tidak memenuhi syarat dan kontrak kerjasama atau terdapat pertimbangan lain untuk tidak melakukan kerjasama, maka PT. XYZ dapat memilih supplier yang berada pada urutan prioritas selanjutnya.
Kata Kunci – Pengadaan, Lead Time, Upper Lens, PMMA, ANP, DEA.