Dalam mendukung pencapaian target Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, pemerintah Indonesia mengintegrasikan dengan peraturan perundang-undangan sehingga bisa menjadi acuan semua pemangku kebijakan dalam mengambil keputusan. Salah satu peraturan perundang-undangannya adalah Perpres No. 131 Tahun 2015 tentang “Daerah Tertinggal” karena memiliki permasalahan yang kompleks mulai dari masalah ekonomi hingga aksesibilitas. Tujuan agenda SDGs yang paling berkontribusi di wilayah tertinggal adalah SDGs ke-9 “Industri, Inovasi dan Infrastruktur”. Salah satu komponennya adalah sektor telekomunikasi yang dikatakan sebagai sektor pendukung utama Produk Domestik Bruto (PDB). Penelitian ini mengevaluasi kinerja rantai pasok salah satu Perusahaan Telekomunikasi, Indosat Ooredoo Hutchitson, dalam mendistribusikan produk fisik IM3 di kecamatan Unaaha, kabupaten Konawe, propinsi Sulawesi Tenggara dengan menggunakan kerangka Supply Chain Operation Reference (S.C.O.R) 14. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sequential mixed methods. Tahapan pertama penelitian adalah menganalisa hasil wawancara dengan expertis, kemudian diikuti dengan data kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner kepada 6 responden internal IM3 dan 101 responden external. Berdasarkan hasil wawancara, terkonfirmasi 12 indikator dan 40 sub indikator dalam proses rantai pasok di Indosat Ooredoo Hutchitson dari total 20 indikator dan 176 sub indikator yang ada dalam S.C.O.R 14. Indikator dan sub indikator yang telah konfirmasi kemudian akan dilakukan penilaian oleh pihak internal dan eksternal yang bersentuhan langsung dengan proses supply chain di kecamatan Unaaha, kabupaten Konawe, propinsi Sulawesi Tenggara. Pembobotan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Kata kunci: SDGS 9, Telekomunikasi, Manajemen Rantai Pasok, Supply Chain Operation Reference (SCOR), dan Analytical Hierarchy Process (AHP)