Perkembangan teknologi dan digitalisasi informasi telah mengubah cara masyarakat mengakses informasi, terutama melalui internet. Di Indonesia, dengan jumlah pengguna internet yang besar, banyak masyarakat yang mencari informasi kesehatan secara daring. Hal ini dapat memicu perilaku self-diagnose dan kecemasan berlebihan, dikenal sebagai Cyberchondria. Penelitian ini bertujuan untuk memahami resepsi khalayak terhadap konten 'Fact Psikologi' di akun Tiktok @afityaputri yang berpotensi memicu Cyberchondria. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan analisis resepsi Stuart Hall untuk mengeksplorasi bagaimana khalayak menerima pesan dari konten tersebut. Fokus utama adalah mengidentifikasi berbagai posisi resepsi (dominant hegemonic, negotiated, dan oppositional) serta memahami penerimaan pesan terkait Cyberchondria dengan mengidentifikasi dimensinya (compulsion, distress, excessiveness, seeking reassurance, dan mistrust of medical professional). Hasil penelitian mengenai resepsi khalayak menunjukkan mayoritas informan berada pada negotiated position sementara sebagian kecil berada pada dominant hegemonic position. Konten 'Fact Psikologi' dinilai dapat diterima dengan baik oleh masyarakat, dengan pesan yang memotivasi kesadaran akan kesehatan mental, memberikan wawasan baru, dan menekankan kredibilitas informasi. Terkait Cyberchondria, konten Tiktok @afityaputri dianggap dapat memicu kecemasan berlebihan dan pencarian informasi berlebihan. Kesimpulannya, konten tersebut berhasil menyampaikan informasi yang relevan dan bermanfaat, namun juga memiliki potensi memicu Cyberchondria pada sebagian khalayak sehingga diperlukan adanya kontrol diri oleh khalayak sebagai agen kultural agar resiko tersebut dapat diminimalisir.