Fenomena maraknya kasus perceraian menjadi perhatian khusus baik dari kalangan pejabat, selebritis, maupun masyarakat umum. Pernikahan diharapkan mampu menciptakan kondisi keluarga yang sejahtera dan harmonis bagi pasangan. Meningkatnya kasus perceraian yang terjadi berbanding lurus dengan meningkatknya pernikahan di usia muda. Dalam hal ini peneliti menemukan anak-anak broken home dengan tujuan nya adalah menangani kasus anak- anak. Tujuan pada penelitian ini ialah menganalisis pola komunikasi pada keluarga broken home antara anak dan orang tua yang dikaitkan dengan gangguan mental dan mengekplorasi apa saja yang menjadikan faktor-faktor dalam komunikasi keluarga broken home dan gangguan mental. Pada penelitian ini identifikasi masalah ialah bagaimana pola komunikasi yang di lakukan orang tua pada anak dalam menuntun gangguan mental pada anak yang mengalami broken home. Jenis penelitian ini ialah penelitian deskriptif kualitatif dengan metode studi kasus, pengumpulan data-data dengan wawancara dan dokumentasi. Dalam penelitian ini, narasumber dipilih secara purposive sampling dengan kriteria anak dan orang tua yang merasa dalam keluarga broken home, berusia dewasa lebih dari 18 tahun. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Ditemukan bahwa, komunikasi yang terjadi pada keluarga broken home dapat berdampak pada kondisi gangguan mental pada anak ataupun orang tua. Peneliti mendapatkan temuan bahwasanya lingkungan yang mendukung dapat membantu dalam mengurangi dampak negatif dari keluarga broken home. Komunikasi yang baik antara anak dan orang tua broken home menjadikan salah satu aspek penting pada kondisi gangguan mental.
Kata Kunci: Komunikasi, Keluarga, Komunikasi Keluarga Broken home, Gangguan mental