Krisis kesehatan mental di Indonesia pada tahun 2023 menimbulkan urgensi penting bagi seluruh masyarakat. Namun, stigma dan perlakuan buruk terhadap orang dengan gangguan kesehatan mental, khususnya skizofrenia, masih terjadi. Para penyintas skizofrenia sering mengalami diskriminasi dan pemasungan, baik dari masyarakat maupun keluarga. Kehadiran penyintas skizofrenia dalam keluarga mempengaruhi fungsi dan ketahanan keluarga, yang seringkali menurun karena skizofrenia dianggap sebagai stressor. Oleh karena itu, keluarga perlu melakukan resiliensi untuk menangani ODS (orang dengan skizofrenia). Penelitian ini bertujuan untuk mengamati proses dan peran komunikasi dalam resiliensi keluarga dengan ODS. Penelitian ini didasarkan pada lima tahapan resiliensi dari communication theory of resilience (CTR): menciptakan keadaan normal, mengedepankan tindakan produktif, menegaskan jangkar identitas, memelihara dan menggunakan jaringan komunikasi, serta menerapkan logika alternatif. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, melalui wawancara dan observasi kepada anggota keluarga ODS. Data dianalisis menggunakan teknik analisis Colaizzi, menghasilkan temuan bahwa setiap tahapan dalam CTR dilakukan secara kolektif dan partikular, serta definisi komunikasi efektif yang berbeda dalam keluarga dengan ODS. Ditemukan pula penurunan kualitas interaksi dalam keluarga, serta perubahan gaya komunikasi seperti penggunaan bahasa baik untuk menghindari konflik.