Saham memiliki sifat yang fluktuatif karena dapat naik dan turun sesuai dengan kondisi pasar suatu negara dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Puncak konflik Palestina-Israel yang terjadi kembali di tahun 2023 merupakan salah satu konflik geopolitik dunia yang telah memengaruhi harga saham global. Konflik paling berdarah Palestina-Israel telah pecah pada 7 Oktober 2023 menciptakan sentimen di berbagai belahan dunia melalui aksi pemboikotan produk yang terafiliasi dengan Israel. Gerakan pemboikotan ini dikenal dengan istilah gerakan BDS (Boycott, Divestment, Sanctions). Seruan BDS dari Indonesia dideklarasi secara kuat melalui Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 83/2023. Salah satu perusahaan terdampak aksi BDS yakni PT. Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang pada akhirnya memicu pergerakan harga saham. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak konflik Palestina-Israel yang terjadi pada 7 Oktober 2023 terhadap pergerakan harga saham perusahaan PT. Unilever Indonesia Tbk. dengan membandingkan harga rata-rata saham perusahaan ini pada periode 3 bulan sebelum dan 3 bulan setelah pecahnya konflik ini pada 7 Oktober 2023.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan penelitian komparatif dan Event Study. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari situs Yahoo Finance. Kemudian teknik analisis data yang dilakukan adalah Statistik Deskriptif, Uji Normalitas, dan Uji Wilcoxon Signed-Rank Test.
Adapun hasil penelitian ini yaitu nilai H0 : Sig < 0,05 (0,000 < 0,05) yang berarti terdapat perbedaan signifikan antara harga saham UNVR di 3 bulan sebelum dan 3 bulan sesudah puncak konflik Palestina-Israel pada tanggal 7 Oktober 2023. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu alat pengambilan keputusan untuk perusahaan, investor, dan akademis untuk menghadapi isu geopolitik dalam pengambilan keputusan saham dan pembelajaran keuangan ke depannya.
Kata Kunci: harga saham, Konflik Palestina-Israel, pasar modal, BDS (Boycott, Divestment, Sanctions), Unilever Indonesia.