Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) menunjukkan sensitivitas terhadap penentuan parameter inertia weight, yang dapat mempengaruhi keseimbangan antara eksplorasi global dan eksploitasi lokal dalam pencarian solusi. Inertia weight pada dasarnya bernilai konstan, sehingga perlu dimodifikasi menjadi dinamis. Oleh karena itu, penelitian ini mengajukan fungsi bobot inersia baru yaitu fungsi Arcus Tangent Inertia Weight yang selanjutnya disebut Improved Particle Swarm Optimization (IPSO). Pengujian dilakukan pada 15 benchmark function dengan variasi dimensi. Metode IPSO berhasil menurunkan nilai standar deviasi dari 0.1936 menjadi 0.0739, rata-rata dari 0.09 menjadi 0.02, jumlah iterasi dari 931 menjadi 277 dan waktu komputasi dari 1.03 menjadi 0.16 detik pada salah satu skenario. Hal ini mengindikasikan IPSO menghasilkan solusi berkualitas tinggi dengan deviasi yang rendah, konvergensi lebih cepat, dan efisiensi komputasi yang sangat baik dibandingkan metode EPSO, IWCF-PSO, dan LDW-PSO. Kemudian metode IPSO diaplikasikan ke dalam algoritma K-Means untuk menentukan initial centroid. Pada dasarnya algoritma K-Means memperoleh initial centroid secara acak, sehingga menghasilkan solusi yang kurang optimal dan rentan terhadap solusi yang bersifat local optima. Hasil evaluasi metode IPSO-K-Means berhasil mengoptimasi performa clustering, yang ditunjukkan oleh peningkatan Silhouette Score dari 0.7204 menjadi 0.7669, penurunan Davies-Bouldin Indeks dari 0.6501 menjadi 0.5507, dan waktu komputasi dari 0.2756 menjadi 0.0139 detik pada salah satu skenario. Secara keseluruhan metode IPSO-K-Means berhasil unggul dalam 119 dari 135 skenario clustering dibandingkan dengan Regular K-Means. Hasil penelitian ini menegaskan efektivitas metode IPSO dalam menangani kompleksitas optimasi dan clustering, terutama untuk data berdimensi tinggi.
Kata Kunci: Clustering; Initial Centroid; K-Means; Optimasi Global; Particle Swarm Optimization.