Perkembangan dunia pendidikan tinggi di Indonesia saat ini menuntut adanya kemampuan mahasiswa untuk berinteraksi dan bisa bergaul dalam lingkungan dengan orang-orang dari berbagai daerah yang punya kebiasaan, cara bicara, dan cara pandang yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi akomodasi komunikasi dilakukan oleh mahasiswa peserta Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) di Telkom University tahun 2024 dalam menghadapi keberagaman budaya dan bahasa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam kepada tujuh informan kunci mahasiswa PMM serta tiga informan pendukung dari mahasiswa reguler dan pengelola program PMM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa PMM menggunakan tiga bentuk strategi akomodasi komunikasi yang berbeda, yaitu konvergensi, divergensi, dan akomodasi berlebih. Strategi konvergensi ditunjukkan dengan penggunaan bahasa Indonesia, mencoba bahasa Sunda, mengurangi logat daerah, hingga menyesuaikan intonasi dalam percakapan, sebagai bentuk upaya mendekatkan diri dengan lingkungan baru. Strategi divergensi ditunjukkan melalui penggunaan bahasa daerah, logat khas, gaya komunikasi, serta penekanan identitas suku dan budaya sebagai bentuk kebanggaan dan cara mengenalkan budaya asal. Strategi akomodasi berlebih muncul ketika mahasiswa secara berlebihan meniru gaya komunikasi lokal yang justru menimbulkan ketidaknyamanan dalam diri mereka sendiri dan persepsi negatif dari lawan bicara. Ketiga strategi ini menunjukkan bahwa akomodasi komunikasi merupakan proses yang kompleks, tidak hanya teknis tetapi juga melibatkan pertimbangan sosial dan psikologis. Penelitian ini memperkuat relevansi teori akomodasi komunikasi dalam konteks komunikasi antarbudaya di lingkungan akademik yang multikultural. Akomodasi yang tepat dapat mendukung integrasi, sedangkan akomodasi yang berlebihan justru dapat menghambat komunikasi efektif.