Sektor energi memegang peran strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia, dengan kontribusi signifikan melalui ekspor dan pemenuhan kebutuhan energi domestik. Namun, saham-saham di sektor ini sangat rentan terhadap ketidakpastian makroekonomi, volatilitas harga minyak global, serta risiko geopolitik, yang menyebabkan fluktuasi harga saham yang substansial. Dalam konteks yang dinamis ini, valuasi saham menjadi penting untuk mendukung pengambilan keputusan investasi. Meskipun model valuasi seperti Discounted Cash Flow (DCF) dan Relative Valuation (RV) telah banyak diterapkan di negara maju, studi empiris mengenai efektivitasnya di pasar negara berkembang, khususnya pada sektor energi masih terbatas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi nilai intrinsik saham perusahaan sektor energi yang tergabung dalam indeks IDX LQ45 selama periode 2019 hingga 2023. Metode DCF digunakan dengan pendekatan Free Cash Flow to Firm (FCFF) untuk menghitung nilai intrinsik, sementara validasi dilakukan melalui metode RV menggunakan rasio Price to Earnings Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV). Proyeksi dilakukan untuk tahun 2024 dalam tiga skenario— pesimis, moderat, dan optimis—dan hasil valuasi dibandingkan dengan harga pasar per Desember 2023.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa saham ADRO berada dalam kondisi undervalued pada skenario pesimis dan moderat, namun pada skenario optimis nilai intrinsiknya mendekati atau sedikit melebihi harga pasar, sehingga berpotensi berada dalam kondisi fairly valued atau sedikit overvalued. Sebaliknya, saham PTBA dan ITMG cenderung mengalami overvaluasi, terutama pada skenario optimis, meskipun pada skenario pesimis atau moderat, keduanya mendekati nilai wajar. Temuan ini menunjukkan bahwa pendekatan valuasi terintegrasi dapat diterapkan secara efektif di pasar berkembang.
Kata kunci: Valuasi Saham; Discounted Cash Flow; Free Cash Flow to Firm; Relative Valuation; Sektor Energi; IDX LQ45.