Pengguna internet di Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari 221 juta pada tahun 2024, sehingga kebutuhan akan koneksi internet yang cepat dan stabil semakin meningkat. Teknologi load balancing seperti Equal Cost Multi Path (ECMP) dan Smart Balancing pun semakin banyak diadopsi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan membandingkan efektivitas dua metode load balancing, yaitu ECMP pada perangkat MikroTik dan Smart Balancing pada perangkat Ruijie Reyee. Metode penelitian ini menggunakan model konseptual Hevner untuk menganalisis kinerja kedua metode dalam konteks jaringan yang serupa, serta menerapkan Network Development Lifecycle (NDLC) yang mencakup tahapan identifikasi, perancangan, simulasi, implementasi, pemantauan, dan manajemen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa Smart Balancing lebih efektif dalam memberikan kualitas layanan, dengan semua aplikasi dalam status active-active memperoleh kategori “Sangat Baik” dengan nilai rata-rata 1,00–1,25 yang setara atau bahkan lebih baik dari ECMP. Dari 72 sampel data pengujian kecepatan perpindahan antar Internet Service Provider (ISP) dengan Smart Balancing tercatat rata-rata 5,88 detik, lebih cepat dibanding ECMP yang mencapai 6,99 detik, serta memberikan kestabilan koneksi yang lebih baik terutama saat bandwidth rendah. Secara keseluruhan, Smart Balancing menunjukkan performa yang lebih konsisten dan efisien dalam mengelola lalu lintas data, sehingga memberikan kualitas layanan yang lebih optimal, sekaligus mudah dalam konfigurasi dan implementasinya. Meskipun demikian, ECMP memiliki kelemahan dalam hal fleksibilitas adaptasi terhadap perubahan kondisi jalur karena metode distribusinya bersifat statis dan tidak mempertimbangkan performa aktual setiap jalur, sedangkan kelemahan Smart Balancing terletak pada potensi fluktuasi jalur (flapping) jika konfigurasi tidak tepat serta penggunaan resource sistem yang relatif lebih tinggi karena proses monitoring jalur yang terus-menerus