Peningkatan konsumsi energi listrik di Indonesia dan perubahan permintaan klien yang bersifat disruptif mendorong perusahaan, khususnya di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT), untuk terus beradaptasi dan bersaing. Salah satu tantangan utama dalam pelaksanaan proyek adalah tingginya keterlambatan (delay), yang sering kali terkait dengan manajemen proyek yang belum optimal. Di PT XYZ, keterlambatan terjadi akibat rendahnya kompetensi tenaga kerja supplier, kurangnya informasi tentang rekam jejak supplier, serta ketidaksesuaian antara progres aktual dan rencana proyek. Dari hasil wawancara, diketahui bahwa sebagian besar permasalahan bersumber dari supplier yang tidak memenuhi kontrak di awal. Hal ini terjadi karena proses seleksi supplier belum menggunakan kriteria evaluasi yang menyeluruh, khususnya dalam perspektif manajemen proyek. Untuk menjawab permasalahan tersebut, solusi yang diusulkan adalah merancang kriteria kinerja supplier menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Metode ini dipilih karena mampu menguraikan kriteria ke dalam bentuk hierarki yang membantu pengambil keputusan dalam menentukan supplier yang layak masuk ke Daftar Rekanan Terpilih (DRT). Rancangan kriteria ini mencakup lima kriteria utama dengan sepuluh sub-kriteria. Kriteria tersebut meliputi Financial Capability, Material Condition, Delivery Time, Customer Services, dan Management Capability. Hasil pembobotan AHP menunjukkan bahwa kualitas material yang disediakan memperoleh bobot global tertinggi (21,15%), diikuti kecepatan pengiriman (17,99%), dan kebijakan sistem pembayaran (12,18%). Supplier dinyatakan layak masuk DRT jika memperoleh skor minimal 68,21%. Kata Kunci – Manajemen Proyek, Pengadaan, Supplier, Kriteria Kinerja, Analytic Hierarchy Process (AHP)