ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis resolusi konflik dengan menggunakan pendekatan Graph Model for Conflict Resolution (GMCR) dan yang menjadi objek penelitian adalah pencemaran limbah oleh industri tekstil Majalaya pada hulu DAS Citarum di Kabupaten Bandung. GMCR digunakan untuk menggambarkan solusi yang optimal yang akan diperoleh pada konflik pencemaran limbah industri tekstil Majalaya pada hulu DAS Citarum, dilihat dari preferensi masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik ini yaitu pemerintah provinsi Jawa Barat, warga Desa Majalaya, Industri Tekstil dan pakar lingkungan independen di kota Bandung.
Dari hasil analisis stabilitas ditemukan bahwa hanya ada dua skenario yang stabil (ekuilibrium) bagi seluruh pihak, yaitu skenario 6 (happy ending) dan 9 (bad ending). Skenario 9 disebut sebagai skenario bad ending, karena pada akhirnya warga tetap demo pada industri tekstil karena pemerintah tidak memberikan sanksi tegas pada industri tekstil yang melakukan pencemaran limbah karena tidak memaksimalkan fungsi IPAL –nya, sehingga menganggu kegiatan operasional pada industri tekstil. Sedangkan skenario 6 disebut sebagai skenario happy ending karena pada akhirnya industri tekstil memaksimalkan fungsi IPAL-nya dan masyarakat tidak melakukan demo serta pakar lingkungan tidak melakukan publikasi negatif tentang industri tekstil.
Sehingga kesimpulannya berdasarkan analisis sensitivitas adalah skenario 6 lebih diharapkan terjadi oleh PT Nirwana selaku pihak industri tekstil sebagai resolusi konflik pada pencemaran limbah industri tekstil Majalaya. Namun, untuk mencapai skenario 6 ada beberapa kompensasi yang sebaiknya diberikan oleh pihak lain ke warga Majalaya dan pakar lingkungan independen. Jika kompensasi tersebut tidak diberikan maka kemungkinan besar yang terjadi adalah skenario 9 yang akan menjadi resolusi konflik pada pencemaran limbah industri tekstil Majalaya.
Kata Kunci: Resolusi Konflik, Graph Model for Conflict Resolution, Industri Tekstil Majalaya, Kualitatif