Payung geulis merupakan salah satu ikon yang termasuk dalam 8 wonder of Tasikmalaya. Berasal dari Bahasa sunda yakni “geulis” yang berarti cantik atau indah. Dahulu payng geulis digunakan untuk melindungi panas dan hujan, kini payung geulis beralih fungsi hanya sebagai hiasan dan dipakai pada acara ceremonial. Kejayaannya sudah mulai menurun karena adanya pasar bebas yang membuat payung konvensional lebih diminati hingga saat ini. Begitu pula kurangnya generasi pun menjadi salah satu masalah yang pengrajin keluhkan dan pelatihan yang diselenggarakan pemerintah menurut mereka tidak ada dampak yang signifikan.
Didirikannya komunitas penggiat payung geulis (Kompepar) bertujuan untuk menjadi perantara para pengrajin dan pemerintah menyampaikan aspirasi dan keluhan serta membantu pengrajin untuk meregenerasi pengrajin mengajak dan mengenalkan kampung Payingkiran sebagai kampung wisata kepada pengunjung. Namun selama perjalannya, komunitas ini mendapatkan berbagai kendala salah satunya SK dari pemerintah.
Penelitian ini berjenis film dokumentasi dengan genre potret dibuat berdasarkan teori komunikasi budaya, pewarisan budaya, serta dikemas berdasarkan sinematografi, tata cahaya dan tata suara. Pengumpulan yang dilakukan penulis yakni dengan cara observasi, wawancara dan studi pustaka. Kesimpulan dari pembuatan film ini adalah supaya masyarakat dapat lebih mengenali payung geulis sebagai salah satu ikon kota Tasikmalaya dan dapat melestarikan warisan nenek moyang. Film ini berdurasi 15 menit 40 detik.
Kata Kunci : Payung Geulis, Kota Tasikmalaya, Film Dokumenter