Proyek STTF-1 2020 memiliki kendala berupa keterlambatan dalam penutupan proyek. Keterlambatan dipicu karena adanya kendala perijinan pada 16 lokasi proyek, keterlambatan material, dan kurang efektifnya sistem monitoring untuk pelaporan pekerjaan pada tiap lokasi. Hal ini membuat terjadinya perubahan nilai proyek sehingga pemangku kepentingan proyek perlu untuk segera mengambil keputusan dengan cara mengetahui pengaruh permintaan perubahan (change request) terhadap status proyek. Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui kondisi kinerja proyek adalah Earned Value Management. EVM mendeteksi pencapaian kinerja per periode waktu, menampilkan perbedaan nilai antara aktual dan perencanaan yang disajikan dengan kurva-s. Sehingga diketahui apakah 16 proyek layak tetap dilanjutkan maupun tidak.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa kondisi proyek sebelum adanya change request terjadi pembengkakan biaya sebesar Rp. 1.346.598.000 dimana nilai tersebut merupakan nilai biaya yang perlu dikeluarkan jika change request disetujui. Ketika change request tidak disetujui atau tetap sesuai baseline perencanaan proyek akan mengalami keterlambatan lebih dari 3 bulan tentunya berpengaruh pada penutupan proyek dan pengerjaan batch selanjutnya. Kegiatan monitoring setiap periode waktunya perlu dilakukan untuk mencegah pembengkakan biaya dan waktu proyek. Implementasi sistem monitoring dengan berbasis PMIS yang terintegrasi mempermudah setiap alur monitoring proyek dalam mengukur status proyek maupun ketika adanya pengajuan proyek sehingga mempermudah informasi yang dibutuhkan.