Pemahaman seni rupa kontemporer di Indonesia masih sangat rendah. Merespon hal tersebut, pemda DKI Jakarta mengadakan acara seni berskala besar, diantaranya Jakarta Biennale, Art Jakarta, dan Indonesia Contemporary Art and Design. Namun hal tersebut dinilai kurang berhasil, karena acara tersebut hanya diselenggarakan satu hingga dua tahun sekali. Usaha tersebut juga didukung dengan kemunculan berbagai private gallery pada daerah-daerah tertentu. Namun fasilitas tersebut mengalami penyimpangan fungsi sebagai area komersialisasi.
Fenomena peningkatan lulusan akademisi seni dan penikmat seni di Jakarta Selatan juga mendesak para stake holder dan pemda DKI Jakarta untuk menyediakan sarana edukasi pemahaman seni rupa kontemporer. Menyiasati hal tersebut, komunitas seni ruangrupa beserta SERRUM dan Grafis HuruHara membentuk Gudskul: Studi Kolektif dan Ekosistem Seni Rupa Kontemporer. Dalam pelaksanaannya, Gudskul memiliki keterbatasan luas ruangan, sehingga pemindahan perancangan harus dilakukan ke gedung baru yang berada di Jalan Arteri Permata Hijau.
Perancangan Gudskul Ekosistem menggunakan metode analisa data kualitatif. Pengumpulan data didapat dengan cara melakukan wawancara, observasi, hasil perbandingan studi lapangan, dokumentasi, serta studi literatur. Data-data yang didapat, diolah dan dianalisa sehingga menghasilkan program ruang maupun tema konsep yang sesuai dengan penerapan pendekatan aktivitas dan perilaku kolaborasi.
Hasil dari perancangan Gudskul Ekosistem berupa bangunan bertipologi Community Art Center yang bersifat interaktif, atraktif, fleksibel serta memiliki pengembangan fasilitas dengan penggunaan gaya urban kontemporer.
Kata Kunci: Seni Rupa Kontemporer, Gudskul Ekosistem, Kolaborasi, dan Community Art Center.