Indonesia telah menduduki peringkat ke-4 dengan jumlah penduduk terbanyak di Dunia. Hasil riset proyeksi PBB, mengungkapkan bahwa pada tahun 2050, 2/3 populasi Indonesia akan tinggal di wilayah perkotaan. Perkembangan ini tentunya memiliki sisi negatif mengingat kota adalah pusat dari kegiatan ekonomi, sosial, serta politik. Padatnya kehidupan di kota merupakan dampak dari urbanisasi yang umum dilakukan oleh generasi muda.
Meningkatnya populasi pada sebuah kota seiring pula dengan meningkatnya permasalahan yang ada. Mulai dari kemacetan, banjir, polusi udara, kriminalitas, dan masalah lainnya. Sehingga seiring dengan perkembangan teknologi, Pada 1990 muncul sebuah konsep yang dapat memecahkan permasalahan di perkotaan dengan mengintegrasikan sistem kehidupan masyarakat di kota dengan teknologi. Yaitu smart city.
DKI Jakarta sebagai ibukota negara, telah menerapkan konsep smart city sejak tahun 2014. Sebagai bentuk usaha pemerintah untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik lagi kepada masyarakat. Generasi muda, sebagai kategori populasi terbanyak di DKI Jakarta tentunya akan merasakan langsung manfaat dari penerapan Kota Pintar.
Metode penelitian ini menggunakan teknik analisis data SEM PLS dengan jumlah responden sebesar 400 orang. Dengan mengambil karakteristik kota pintar yaitu Smart Government, Smart environment, Smart economy, Smart people, Smart living, dan Smart Mobility. Pada penelitian ini ditemukan bahwa Smart economy menjadi karakteristik dengan nilai tertinggi, serta Smart people menjadi karakteristik kota pintar dengan nilai terendah di DKI Jakarta.