Remaja yang berusia 18-21 tahun atau disebut sebagai remaja akhir merupakan usia dimana seorang anak sudah dianggap matang, mampu menentukan perilaku serta tanggungjawab yang besar. Namun berbeda dengan remaja akhir dalam keluarga yang menerapkan pola asuh strict parents, yaitu pola asuh dengan peraturan yang ketat dan cenderung terlalu membatasi ruang gerak anak mereka. Seringkali membuat anak mereka cenderung tidak memiliki keinginan untuk membuka diri kepada orangtuanya. Penelitian ini berfokus pada keterbukaan diri remaja akhir dalam komunikasi keluarga di Bandung, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi kepada tujuh informan, yakni empat informan utama, satu informan kunci, dan dua informan pendukung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh strict parents justru membuat remaja akhir semakin tidak ingin untuk membuka diri kepada mereka. Hal tersebut dapat terlihat dari jarangnya remaja akhir untuk berkomunikasi dengan orangtua, topik yang diangkat hanya sebatas pembicaraan seputar pendidikan atau pekerjaan, tidak ada keinginan untuk membahas topik secara mendalam atau detail maupun akurat, dan remaja akhir merasa lebih nyaman terbuka dengan teman sebaya atau saudara lainnya dibandingkan orangtua mereka. Melalui penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk keterbukaan diri remaja akhir dalam keluarga yang menerapkan pola asuh strict parents.