Pada masa penjajahan Belanda, Bandung menjadi tempat tinggal dan rekreasi bagi orang Eropa, mempertahankan gaya hidup dan pakaian mereka. Seiring waktu, kawasan pariwisata dibangun, menciptakan lingkungan yang menarik bagi wisatawan asing. Perkembangan fashion streetstyle/subkultur pertama kali muncul pada tahun 1980-an di Amerika Serikat, berasal dari subkultur surfing, skateboarding, hiphop, punk, dan graffity. Di Bandung, fashion streetstyle/subkultur berkembang pada tahun 1990-an, dipengaruhi oleh komunitas yang memiliki ketertarikan pada musik underground seperti Hardcore, Metal, dan Punk. Komunitas memiliki peran penting dalam industri fashion streetstyle Bandung, terutama dengan munculnya merek-merek lokal seperti Reverse, 347 (Unkl 347), NoLabel, Riotic, Twoclothes, Airplane, dan Harder. Istilah "subkultur" mengacu pada gerakan atau kelompok yang menentang arus utama, dengan pakaian sebagai cara ekspresi nilai-nilai dalam subkultur tersebut. Untuk menggambarkan dinamika perkembangannya, langkah awal adalah mengumpulkan data melalui metode penelitian kualitatif. Pendekatan ini bertujuan untuk menyajikan informasi mengenai perkembangan fashion streetstyle/subkultur Bandung secara objektif dan komprehensif kepada masyarakat. Setelah tahap pengumpulan data, analisis dilakukan menggunakan metode analisis matriks dengan mengacu pada proyek karya serupa yang telah ada. Dari hasil analisis ini, strategi media yang diusulkan adalah menciptakan sebuah zine yang mengangkat perkembangan fashion streetstyle/subkultur di kota Bandung. Tujuan utamanya adalah menghasilkan media yang tidak hanya memberikan informasi yang akurat, namun juga kreatif, tentang evolusi dan pelaku dalam dunia fashion streetwear/subkultur di Bandung. Zine ini juga diharapkan mampu memperkuat referensi dan visibilitas di dunia fashion lokal