Mahasiswa yang berada di perantauan pada umumnya membuat pola komunikasi dengan orang tuanya menurun. Pada kasus orang tua dengan pola asuh otoriter, hal ini akan menjadi hambatan bagi pola komunikasi dan keterbukaan diri pada mahasiswa yang semakin menurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keterbukaan diri yang terjadi antara mahasiswa rantau dengan orang tua dengan pola pengasuhan otoriter. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan fenomenologi yang dilakukan dengan cara wawancara mendalam kepada tujuh informan yang terdiri dari tiga informan kunci mahasiswa rantau di Universitas Telkom, tiga informan pendukung dari orang tua informan kunci, serta satu informan ahli di bidang psikologi remaja dan keluarga. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa mahasiswa rantau merasa bebas dari jangkauan orang tua tetapi tidak menciptakan keterbukaan diri. Hal ini ditunjukan dari hasil wawancara yang menunjukkan bahwa komunikasi yang terjadi antara anak dan orang tua tidak bersifat terbuka karena anak merasa terkekang oleh aturan ketat orang tuanya.