Salah satu bentuk kekerasan yang terus terjadi dan bahkan mengalami peningkatan kasus adalah bullying. Fenomena ini umumnya terjadi secara berulang oleh pelaku hingga korban merasa tertekan atau diintimidasi. Indonesia saat ini berada di peringkat kelima dalam kasus bullying, di mana 41,1% pelajar di Indonesia dilaporkan pernah menjadi korban. Kondisi ini mengundang perhatian masyarakat untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut. Dampak negatif bullying terutama terlihat pada kondisi psikologis korban, yang cenderung menarik diri dari lingkungan sosial. Salah satu upaya untuk mengatasi trauma tersebut adalah dengan membuka diri kepada individu yang tepat untuk mendukung proses pemulihan mental. Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui aspek apa saja yang sudah diterapkan dalam keterbukaan diri oleh korban bullying yang mengalami trauma. Penelitian ini menggunakan paradigma konstuktivis dengan pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik penentuan informan adalah purposive sampling, sehingga didapat enam orang informan sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Lokasi penelitiannya yaitu di Telkom University Bandung. Metode pengumpulan data yang dilakukan berupa wawancara dan dokumentasi subjek penelitian kepada sejumlah enam informan kunci. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keenam informan sudah menerapkan aspek keterbukaan diri yaitu aspek ketepatan, aspek motivasi, aspek waktu, aspek intensif, dan aspek kedalaman. Walaupun beberapa informan pernah mengalami trauma, namun informan tersebut dapat membuka dirinya kepada orang lain. Keenam infotman dinilai sudah membuka dirinya kepada orang lain walaupun pernah menjadi korban bullying dan mengalami trauma dimasa lampaunya.