Lingsir Wengi, sebuah tembang macapat dari Jawa, telah dikenal luas di kalangan masyarakat awam sebagai lagu pemanggil hantu, terutama di daerah yang tidak menggunakan bahasa Jawa. Meskipun seharusnya merupakan bagian dari tembang campursari, Lingsir Wengi telah diubah menjadi lagu horor yang menakutkan bagi banyak orang, menghasilkan rasa tidak nyaman. Beberapa bahkan salah mengira bahwa Lingsir Wengi adalah Kidung Rumekso Ing Wengi, sebuah doa yang digunakan oleh Sunan Kalijaga dalam berdakwah. Kekhawatiran muncul bahwa makna asli dari tembang ini akan hilang jika terus dihubungkan dengan hal-hal menyeramkan. Penelitian ini bertujuan untuk memperkenalkan sejarah, makna, dan tujuan asli dari tembang Lingsir Wengi, serta mengubah persepsi negatif yang melekat padanya melalui media animasi. Metode campuran digunakan dengan pendekatan eksplanatoris sekuensial untuk mengumpulkan data, termasuk data primer dari kuesioner, wawancara, observasi, dan dokumentasi, serta data sekunder dari sumber informasi seperti jurnal, E-book, dan literatur lainnya. Data akan dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif. Peran penulis dalam penelitian ini adalah sebagai editor, salah satu aspek penting dalam pembuatan animasi. Seorang editor yang baik akan membantu menyampaikan cerita dengan lebih efektif, memastikan bahwa animasi yang dihasilkan sesuai dengan harapan dan kebutuhan penonton.
Kata kunci: Lingsir Wengi, Tembang Macapat, Animasi Edukasi, Editor