Implementasi konsep immersive experince pada desain Museum Gunungapi Merapi di Yogyakarta untuk memberikan experience gunung merapi kepada para pengunjung merasakan berada seperti dalam dunia yang sesungguhnya. Karena dengan adanya immersive experience ini membuat pembelajaran atau pemberian informasi menjadi menarik dan juga berkesan bagi para pengunjung museum. Fenomena kelelahan museum atau museum fatigue juga menjadi salah satu faktor menurunnya jumlah pengunjung museum di Indonesia, yang dikemukakan pertama kali pada tahun 1916 oleh Benjamin Gilman yang membahas mengenai fenomena penurunan jumlah pengunjung museum yang terjadi dalam beberapa periode waktu. Permasalahan berdasarkan komponen perancangan interior untuk Museum Gunungapi Merapi adalah sebagai berikut: Pertama, kurangnya fasilitas display interaktif. penyampaian informasi yang masih sulit dipahami karena penyampaian informasi koleksi dipaparkan dalam bentuk teks panjang sehingga pengunjung jarang yang membaca informasi. Kedua, terlalu banyaknya penggunaan pencahayaan alami di dalam pameran yang menyebabkan terganggunya pengunjung dalam mengamati display yang ditampilkan secara digital. Pengambilan data perancangan Museum Gunung Api Merapi ini menggunakan beberapa tahap yaitu wawancara, observasi, referensi, perencanaan dan perancangan. Metoda pembahasan adalah perencanaan dan perancangan. Temuan dari immersive experience ini berupa penggunaan 3D diorama, penggunaan audio berupa letusan dari gunungapi Merapi, penggunaan XR, VR, layar interaktif serta peraga gempa bumi
Kata Kunci: museum, immersive experince, display