Pertanian hidroponik menjadi solusi populer di Indonesia karena keterbatasan lahan akibat pertumbuhan penduduk. Sistem ini memungkinkan budidaya di area sempit dengan media air dan hasil panen yang efisien. Namun, tantangan utama hidroponik adalah kebutuhan listrik yang stabil untuk mengoperasikan pompa, terutama saat pasokan dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkurang pada musim hujan.
Penelitian ini merancang sistem hidroponik yang menggabungkan nutrisi elektrolisis dan energi hibrida dari PLN serta PLTS. Sistem dilengkapi Automatic Transfer Switch (ATS) yang secara otomatis mengalihkan sumber listrik antara PLN dan PLTS untuk menjaga kestabilan daya.
Penelitian ini berhasil merancang dan menguji sistem hibrida PLN dan PLTS berbasis IoT untuk pemantauan budidaya hidroponik bayam merah. Sistem ini secara otomatis beralih antara sumber daya listrik dari baterai ke PLN saat tegangan turun di bawah 12,3 V dan melebihi 15,7 V. Pemantauan berbasis IoT memungkinkan pengguna memantau parameter seperti pH, konsentrasi nutrisi, dan debit aliran air secara daring. Meskipun biaya energi mencapai Rp2.544,07 per kWh, lebih tinggi dari tarif PLN sebesar Rp1.352 per kWh untuk daya 900 VA, sistem ini meningkatkan efisiensi waktu dan pengawasan pertumbuhan tanaman. Pengujian menunjukkan bahwa waktu kenaikan pH bervariasi antara kurang dari 15 menit hingga lebih dari 135 menit pada penggunaan tegangan 12V dan arus 3A. Ketidakseimbangan pH dan PPM dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman, seperti daun mengering pada pH <6 dan daun muda menguning pada pH >7.
Kata kunci: hidroponik, nutrisi elektrolisis, energi hibrida, PLTS, PLN, Blynk.